• 33 HARI YANG TERLEWATI

    Seperti diayun ketidakpastian yang mengetuk ranting patah. Kupapah cintamu pada arakan awan yang tertutup mendung. Tertatih menuju rumah hatimu. Diam dibelit maya. Terbang rendah di antara nalar jiwa yang tak kompromi. Mencintaimu tanpa aku bertanya lagi. Aku selalu rela mencintaimu. Akan terus kuburu potongan hatimu meski entah di mana bersembunyi.

    Cintamu datang. Menghalau segala pandangku dari kesedihan. Terang senyummu membelenggu setiaku pada kepatuhan. Kebisuanmu menjadi napas yang tertinggal. terengah menyudutkan inginku. Kemana gerangan jejakku berhenti kalau tidak di hatimu. Tak kulihat lagi tanah landai untukku berpijak selain di daratan cintamu. Aku hanya ingin meyakinkan bumi. Biar tak ada lagi harapan yang tersembunyi.

    Hingga kata-kata tak mampu bicara. Geliat desah manja menguap tanpa sengaja. Di jemari pagi, kutilas lagi terpenjaranya diri pada cintamu. Akan kujaga cinta ini di setiap lajunya. Mengendus setiap inci keindahannya lalu menciumnya sampai kutiada. Cintaku tumbuh di timang ragu yang mengecup ketidakberdayaan. Redup janjimu mengemuka di batas penantianku yang mulai kelelahan.

    Aku catat kepergianmu pada embun pagi yang lembap. Membuatku jatuh lunglai tak berdaya. Menggapai cintamu yang tinggal bayangan semu. Menyeka segala lara yang menguntit pada malam gelap. Merobek indahnya cerita mencintai dan menantimu yang tak kunjung nyata. Rindu yang kurunut pada deretan hari tak jua menjemput nyata. Harus dengan apa aku membuktikan tulusnya cintaku, agar kau percaya...

    Pertemuan yang kupilih sebagai pembunuh rindu hanya menyapu sia-sia. Lidahmu kelu, tak menjawab gelisahku. Tak kudengar bisik lembutmu merambah sepiku. Menyudutkanku di batas gelisah yang mengunyah luka, satu demi satu. Berjalanku di titik jemu. Menggulung setiap cerita tanpa arti. Beginikah rasanya patah hati? Hanya ada kekosongan dan selebihnya adalah udara yang berembus penuh emosi.

    Inikah patah hati. Ketika segalanya terasa kosong. Dan ruang batin kalap ditebas kebisingan. Tak terendus oleh getar dada yang berdebam. Jiwaku tak terusik desah napas yang membawa kebahagiaan. Hanya ada mata yang menusuk titik hitam. Kehilanganmu mengusir mimpi indahku.


    Yang Merindumu.
    By, Js. Yadi Sunda

    http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=49129558679216681#editor/target=post;postID=5689057762891954997

0 komentar:

Posting Komentar